Selamat Datang di Blog Sharing For Good - Jangan Lupa Follow dan Share Ke Yang Lain. Selamat Membaca?

Pages

June 30, 2016

Khutbah Di Depan Umat




Akhirnya, untuk sekedar eksistensi, karena pengakuan tidak lagi didapat, umat atau sahabat juga tidak, padahal dia harus bertahan, maka terpaksa pemimpi Nabi Ego harus pulang ketanah sendiri, tanah yang dianggap suci ketika ia meletakan mimpinya tentang kenabian. Barang-barang dia tinggalkan dikota raja-raja. Siapa tahu dalam perjalanan dan selama dikampung halaman ia mendapatkan inspirasi.

Tanaman tembakau tumbuh dan mengeluarkan lem lengket dan pahit. Tanah debu tetap berdesakan terbang. Ia akan menyepi dipekuburan tua, siapa tahu ada yang memberi wangsit bagaimana dia bertahan dengan cita-citanya, atau malah membuangnya jauh-jauh. Pekuburan itu terletak dipojok,diseberang bambu-bambu yang meninggi. Berimbun daun asem, jati dan sulur-suluran.

Adakah kenabian bagiku..?
Sehabis makan malam dia berkumpul bersama keluarga. Salah satu saudaranya, Abel bercerita.

"Besok ada acara besar.Semua warga berkumpul dalam doa bersama.Yang memimpin dan berkhutbah masih tetap sama.Yaitu tetua kita,Wong Namrud.Berkacamata tebal, berbuku lusuh, dan yang dikhutbahkan tetap sama. Aku hampir hafal. Walaupun aku tak paham apa yang diucapkan. Bahasanya kuno,dan mengucapkannya dengan terbata-bata karena lidak sudah tak fasih tertelan usia".

Calon Nabi Ego merenungi cerita saudaranya itu. Kenapa warga lebih memilih untuk mempertahankan status quo? Orang yang uzur dari segi usia, pengetahuan, keterampilan, kegesitan dan wawasannya masih tetap dipercaya untuk memegang peranan. Kenapa tidak memberi kesempatan pada generasi penerus yang masih segar? Kenapa tidak ada regenerasi? Sedangkan salah satu kuncinya adalah,kenapa bukan aku? Bukankah para warga tahu bahwa aku sudah berkelana lama dalam pencarian. Kenapa mereka bersedia dan menawarkan diri menjadi umat calon Nabi? Dalam lamunan sambil menunggu sambal datang, seandainya aku ditunjuk untuk membacakan khutbah, maka aku akan bersabda seperti ini:

"Saudara-saudara para sesepuh, kawula muda,dan terutama jemaah yang hadir ditanah lapang ini. Izinkan warga asli tanah ini mengucapkan khutbah. Walaupun saya telah lama mengembara, saya tetap mencintai tanah yang dikitari bambu, diterpa angin, dihiasi debu terbang, dan diukir dengan retakan tanah kepanasan terik musim kemarau ini. Maafkan saya saudara-saudara sekalian. Ini bukan nasihat, bukan fatwa, dan bukan bimbingan umat. Ini sekedar cerita dari seorang pengembara. Saya bukan kyai, bukan ulama, bukan pastur, bukan pendeta, bukan pemimpin agama...(tetapi apa ya?)..."

Mungkinkah aku menegaskan bahwa aku seorang Nabi? "...tetapi saya adalah seorang Nabi yang baru menerima wahyu suci...".Tidak,tidak.Tidak mungkin, pasti mereka akan pulang semua,dan akan mengatakan,"Nabi sudah tertutup, sudah ada khatam al-anbiya, tidak ada lagi Nabi". Bahkan, mereka akan menuduhku "pembohong dan Nabi palsu". Mungkin juga mereka akan mengatakan bahwa aku adalah "orang yang penat dan lelah sesudah bepergian jauh, yang entah kemana akan pulang. Apalagi tidak mendapat kerjaan, tidak punya masa depan,dan mengaku Nabi lagi". Jika itu terjadi, tidak satupun yang sudi mendengarkan isi khutbah itu.

Ada hal yang pasti dan terjadi bahwa tawaran berkhutbah didepan umat itu tidak akan pernah datang.

****




Khutbah Di Depan Umat

0 Comment:

Post a Comment

please write your comment in this post..

Baca Juga..?